Kamis, 24 Februari 2011

MERCUSUAR

Mercusuar adalah sebuah bangunan menara dengan sumber cahaya di puncaknya untuk membantu navigasi kapal laut. Sumber cahaya yang digunakan beragam mulai dari lampu sampai lensa dan (pada zaman dahulu) api.
Karena saat ini navigasi kapal laut telah berkembang pesat dengan bantuan GPS, jumlah mercusuar di dunia telah merosot menjadi kurang dari 1.500 buah. Mercusuar biasanya digunakan untuk menandai daerah-daerah yang berbahaya, misalnya karang dan daerah laut yang dangkal.

Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia.


Mercusuar di Faro yang sekarang termasuk tujuh keajaiban dunia.


Mercusuar di Karang Unarang, Perairan Ambalat.



Mercusuar di pulau Edam, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.


Mercusuar di pulau Lengkuas, Kepulauan Belitung.


Lampu Mercusuar

Rabu, 23 Februari 2011

GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM)


Sistem Pemosisi Global (Inggris: Global Positioning System (GPS)) adalah sistem untuk menentukan posisi di permukaan bumi dengan bantuan sinkronisasi sinyal satelit. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah, dan waktu.

Sistem ini dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dengan nama lengkapnya adalah NAVSTAR GPS (NAVSTAR adalah nama yang diberikan oleh John Walsh, bukan singkatan) Kumpulan satelit ini diurus oleh 50th Space Wing Angkatan Udara Amerika Serikat.

• GPS Tracker atau sering disebut dengan GPS Tracking adalah teknologi AVL (Automated Vehicle Locater) yang memungkinkan pengguna untuk melacak posisi kendaraan, armada ataupun mobil dalam keadaan Real-Time. GPS Tracking memanfaatkan kombinasi teknologi GSM dan GPS untuk menentukan koordinat sebuah obyek, lalu menerjemahkannya dalam bentuk peta digital.


Cara Kerja
Sistem ini menggunakan sejumlah satelit yang berada di orbit bumi, yang memancarkan sinyalnya ke bumi dan ditangkap oleh sebuah alat penerima. Ada tiga bagian penting dari sistim ini, yaitu bagian kontrol, bagian angkasa, dan bagian pengguna.

Bagian Kontrol
Setiap satelit dapat berada sedikit diluar orbit, sehingga bagian ini melacak orbit satelit, lokasi, ketinggian, dan kecepatan. Sinyal-sinyal dari satelit diterima oleh bagian kontrol, dikoreksi, dan dikirimkan kembali ke satelit. Koreksi data lokasi yang tepat dari satelit ini disebut dengan data ephemeris, yang nantinya akan di kirimkan kepada alat navigasi kita.

Bagian Angkasa
Bagian ini terdiri dari kumpulan satelit-satelit yang berada di orbit bumi, sekitar 12.000 mil diatas permukaan bumi. Kumpulan satelit-satelit ini diatur sedemikian rupa sehingga alat navigasi setiap saat dapat menerima paling sedikit sinyal dari empat buah satelit.Satelit mempunyai jam atom, dan juga akan memancarkan informasi ‘waktu/jam’ ini. Data ini dipancarkan dengan kode ‘pseudo-random’. Masing-masing satelit memiliki kodenya sendiri-sendiri. Nomor kode ini biasanya akan ditampilkan di alat navigasi, maka kita bisa melakukan identifikasi sinyal satelit yang sedang diterima alat tersebut. Data ini berguna bagi alat navigasi untuk mengukur jarak antara alat navigasi dengan satelit, yang akan digunakan untuk mengukur koordinat lokasi. Kekuatan sinyal satelit juga akan membantu alat dalam penghitungan. Kekuatan sinyal ini lebih dipengaruhi oleh lokasi satelit, sebuah alat akan menerima sinyal lebih kuat dari satelit yang berada tepat diatasnya.
Ada dua jenis gelombang yang saat ini dipakai untuk alat navigasi berbasis satelit pada umumnya, yang pertama lebih dikenal dengan sebutan L1 pada 1575.42 MHz. Sinyal L1 ini yang akan diterima oleh alat navigasi. Satelit juga mengeluarkan gelombang L2 pada frekuensi 1227.6 Mhz. Gelombang L2 ini digunakan untuk tujuan militer dan bukan untuk umum.

Bagian Pengguna
Bagian ini terdiri dari alat navigasi yang digunakan. Satelit akan memancarkan data almanak dan ephemeris yang akan diterima oleh alat navigasi secara teratur. Data almanak berisikan perkiraan lokasi (approximate location) satelit yang dipancarkan terus menerus oleh satelit. Data ephemeris dipancarkan oleh satelit, dan valid untuk sekitar 4-6 jam. Untuk menunjukkan koordinat sebuah titik (dua dimensi), alat navigasi memerlukan paling sedikit sinyal dari 3 buah satelit. Untuk menunjukkan data ketinggian sebuah titik (tiga dimensi), diperlukan tambahan sinyal dari 1 buah satelit lagi.
Dari sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh kumpulan satelit tersebut, alat navigasi akan melakukan perhitungan-perhitungan, dan hasil akhirnya adalah koordinat posisi alat tersebut. Makin banyak jumlah sinyal satelit yang diterima oleh sebuah alat, akan membuat alat tersebut menghitung koordinat posisinya dengan lebih tepat.
Karena alat navigasi ini bergantung penuh pada satelit, maka sinyal satelit menjadi sangat penting. Alat navigasi berbasis satelit ini tidak dapat bekerja maksimal ketika ada gangguan pada sinyal satelit.


Akurasi Alat Navigasi GPS
Akurasi atau ketepatan perlu mendapat perhatian bagi penentuan koordinat sebuah titik/lokasi. Koordinat posisi ini akan selalu mempunyai ‘faktor kesalahan’, yang lebih dikenal dengan ‘tingkat akurasi’. Misalnya, alat tersebut menunjukkan sebuah titik koordinat dengan akurasi 3 meter, artinya posisi sebenarnya bisa berada dimana saja dalam radius 3 meter dari titik koordinat (lokasi) tersebut. Makin kecil angka akurasi (artinya akurasi makin tinggi), maka posisi alat akan menjadi semakin tepat.
Pada pemakaian sehari-hari, tingkat akurasi ini lebih sering dipengaruhi oleh faktor sekeliling yang mengurangi kekuatan sinyal satelit. Karena sinyal satelit tidak dapat menembus benda padat dengan baik, maka ketika menggunakan alat, penting sekali untuk memperhatikan luas langit yang dapat dilihat.


Penjelasan sinyal satelit terhadap kondisi geografi
Ketika alat berada disebuah lembah yang dalam (misal, akurasi 15 meter), maka tingkat akurasinya akan jauh lebih rendah daripada di padang rumput (misal, akurasi 3 meter). Di padang rumput atau puncak gunung, jumlah satelit yang dapat dijangkau oleh alat akan jauh lebih banyak daripada dari sebuah lembah gunung. Jadi, jangan berharap dapat menggunakan alat navigasi ini didalam sebuah gua.
Karena alat navigasi ini bergantung penuh pada satelit, maka sinyal satelit menjadi sangat penting. Alat navigasi berbasis satelit ini tidak dapat bekerja maksimal ketika ada gangguan pada sinyal satelit. Ada banyak hal yang dapat mengurangi kekuatan sinyal satelit:
• Kondisi geografis, seperti yang diterangkan diatas. Selama kita masih dapat melihat langit yang cukup luas, alat ini masih dapat berfungsi.
• Hutan. Makin lebat hutannya, maka makin berkurang sinyal yang dapat diterima.
• Air. Jangan berharap dapat menggunakan alat ini ketika menyelam.
• Kaca film mobil, terutama yang mengandung metal.
• Alat-alat elektronik yang dapat mengeluarkan gelombang elektromagnetik.
• Gedung-gedung. Tidak hanya ketika didalam gedung, berada diantara 2 buah gedung tinggi juga akan menyebabkan efek seperti berada di dalam lembah.
• Sinyal yang memantul, misal bila berada diantara gedung-gedung tinggi, dapat mengacaukan perhitungan alat navigasi sehingga alat navigasi dapat menunjukkan posisi yang salah atau tidak akurat.

Jumlah satelit beserta kekuatan sinyal yang dapat diakses oleh alat navigasi dapat di lihat pada layar alat tersebut. Hampir semua alat navigasi berbasis satelit dapat menampilkan data tentang satelit yang terhubung dengan alat, lokasi satelit, serta kekuatan sinyalnya.


Antena
Ada dua jenis antena bawaan alat navigasi yang paling sering dijumpai, yaitu jenis Patch dan Quad Helix. Jenis Patch, bentuknya gepeng sedangkan quad helix bentuknya seperti tabung. Tentunya keduanya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Alat navigasi yang memiliki antena patch, akan lebih baik penerimaan sinyalnya bila alat dipegang mendatar sejajar dengan bumi. Sedangkan alat yang memiliki antena Quad helix, akan lebih baik bila dipegang tegak lurus, bagian atas kearah langit. Untuk memastikan, periksalah spesifikasi antena alat navigasi.
Pada pemakaian sehari-hari, seringkali diperlukan antena eksternal, contohnya, pemakaian didalam kendaraan roda empat.
• Antena eksternal aktif. Disebut aktif karena dilengkapi dengan Low Noise Amplifier (LNA), penguat sinyal, karena sinyal akan berkurang ketika meliwati kabel. Keuntungannya, dapat digunakan kabel lebih panjang dibandingkan tipe pasif.
• Antena eksternal pasif Karena tidak dilengkapi oleh penguat sinyal, tetapi kabel yang digunakan tidak dapat sepanjang tipe aktif.
• Antena eksernal re-radiating. Jenis ini terdiri dari dua bagian, yang pertama menangkap sinyal satelit, yang kedua memancarkan sinyal. Karena sinyal dipancarkan, maka jenis ini tidak memerlukan hubungan kabel ke alat navigasi. Alat navigasi akan menerima sinyal seperti biasa.
• Antena Combo Antena jenis ini adalah penggabungan antara antenna untuk alat navigasi dan telpon genggam.



DGPS

DGPS (Differential Global Positioning System) adalah sebuah sistem atau cara untuk meningkatkan GPS, dengan menggunakan stasiun darat, yang memancarkan koreksi lokasi. Dengan sistem ini, maka ketika alat navigasi menerima koreksi dan memasukkannya kedalam perhitungan, maka akurasi alat navigasi tersebut akan meningkat. Oleh karena menggunakan stasiun darat, maka sinyal tidak dapat mencakup area yang luas.
Walaupun mempunyai perbedaan dalam cara kerja, SBAS (Satelite Based Augmentation System) secara umum dapat dikatakan adalah DGPS yang menggunakan satelit. Cakupan areanya jauh lebih luas dibandingkan dengan DGPS yang memakai stasiun darat. Ada beberapa SBAS yang selama ini dikenal, yaitu WAAS (Wide Area Augmentation System), EGNOS (European Geostationary Navigation Overlay Service), dan MSAS (Multi-functional Satellite Augmentation System). WAAS dikelola oleh Amerika Serikat, EGNOS oleh Uni Eropa, dan MSAS oleh Jepang. Ketiga system ini saling kompatibel satu dengan lainnya, artinya alat navigasi yang dapat menggunakan salah satu sistim, akan dapat menggunakan kedua sistem lainnya juga. Pada saat ini hanya WAAS yang sudah operasional penuh dan dapat dinikmati oleh pengguna alat navigasi di dunia. Walaupun begitu, sebuah DGPS dengan stasiun darat yang berfungsi baik, dapat meningkatkan akurasi melebihi/sama dengan peningkatan yang dapat dicapai oleh SBAS.
Secara umum, bisa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu “real time (langsung)” dan “Post processing (setelah kegiatan selesai)”. Maksud dari ‘real time’ adalah alat navigasi yang menggunakan sinyal SBAS ataupun DGPS secara langsung saat digunakan. Sedangkan ‘post processing’ maksudnya adalah data yang dikumpulkan oleh alat navigasi di proses ulang dengan menggunakan data dari stasiun darat DGPS. Ada banyak stasiun darat DGPS diseluruh dunia yang dapat kita pakai untuk hal ini, baik versi yang gratis maupun berbayar, bahkan kita dapat langsung menggunakannya melalui internet.
Walaupun DGPS ataupun SBAS dapat meningkatkan akurasi, tetapi dengan syarat sinyal yang dipancarkan berisikan koreksi untuk wilayah dimana kita menggunakan alat navigasi. Bila tidak berisikan koreksi data bagi wilayah tersebut, tidak akan terjadi peningkatan akurasi.

Kegunaan
• Militer
GPS digunakan untuk keperluan perang, seperti menuntun arah bom, atau mengetahui posisi pasukan berada. Dengan cara ini maka kita bisa mengetahui mana teman mana lawan untuk menghindari salah target, ataupun menetukan pergerakan pasukan.
• Navigasi
GPS banyak juga digunakan sebagai alat navigasi seperti kompas. Beberapa jenis kendaraan telah dilengkapi dengan GPS untuk alat bantu nivigasi, dengan menambahkan peta, maka bisa digunakan untuk memandu pengendara, sehingga pengendara bisa mengetahui jalur mana yang sebaiknya dipilih untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
• Sistem Informasi Geografis
Untuk keperluan Sistem Informasi Geografis, GPS sering juga diikutsertakan dalam pembuatan peta, seperti mengukur jarak perbatasan, ataupun sebagai referensi pengukuran.
• Sistem pelacakan kendaraan
Kegunaan lain GPS adalah sebagai pelacak kendaraan, dengan bamtuan GPS pemilik kendaraan/pengelola armada bisa mengetahui ada dimana saja kendaraannya/aset bergeraknya berada saat ini.
• Pemantau gempa
Bahkan saat ini, GPS dengan ketelitian tinggi bisa digunakan untuk memantau pergerakan tanah, yang ordenya hanya mm dalam setahun. Pemantauan pergerakan tanah berguna untuk memperkirakan terjadinya gempa, baik pergerakan vulkanik ataupun tektonik

Sumber : Wikipedia

Selasa, 22 Februari 2011

PERMENHUB TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT BANTU NAVIGASI PELAYARAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : 7 TAHUN 2005
TENTANG
PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2000 tentang Kenavigasian telah diatur ketentuanketentuan
mengenai penyelenggaraan sarana bantu
navigasi pelayaran;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan hal tersebut huruf a, perlu mengatur penyelenggaraan sarana bantu navigasipelayaran dengan Peraturan Menteri;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4001);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4145);
4. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan “International Convention for The Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974;
5. Keputusan Pesiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 2004;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
173/AL.401/PHB-84 tentang Berlakunya The IALA Maritime Bouyage Sistem Untuk Region A Dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia;
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 42 Tahun 2004;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar.
2. Menara suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih 20 (dua puluh ) mil laut yang dapat membantu untuk menunjukan para navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukan arah daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
3. Rambu suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut yang dapat membantu untuk menunjukan kepada para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, dan bahaya terpencil serta menentukan posisi dan/atau haluan kapal.
4. Pelampung suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran apung dan mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut yang dapat membantu untuk menunjukan kepada para navigator adanyabahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan untuk menunjukan perairan aman serta pemisah alur.
5. Tanda siang (Day Mark) adalah sarana bantu navigasi pelayaran berupa anak pelampung dan/atau rambu siang untuk menunjukan kepada navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat dipergunakan pada siang hari.
6. Rambu radio (Radio Beacon) adalah sarana bantu navigasi pelayaran yang mengunakan gelombang radio untuk membantu para navigator dalam menentukan arah baringan dan/atau posisi kapal.
7. Rambu radar (Radar Beacon) adalah sarana bantu navigasi pelayaran yang dapat membantu para navigator untuk menentukan posisi kapal dengan menggunakan radar.
8. Kecukupan sarana bantu navigasi pelayaran adalah terpenuhinya sarana bantu navigasi pelayaran untuk mencakup perairan Indonesia sesuai dengan rasio yang ditetapkan.
9. Keandalan sarana bantu navigasi pelayaran adalah tingkat kemampuan sarana bantu navigasi pelayaran untuk menjalankan fungsinya sesuai ketentuan.
10. Kelainan sarana bantu navigasi pelayaran adalah kondisi berkurangnya optimalisasi fungsi sarana bantu navigasi pelayaran baik karena gangguan alam, gangguan teknis dan kesalahan manusia.
11. Pemilik kapal adalah orang atau badan hukum yang memiliki kapal.
12. Operator kapal adalah orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal.
13. Jarak aman adalah jarak tertentu kapal yang sedang berlayar, berolah gerak atau berlabuh jangkar terhadap sarana bantu navigasi pelayaran sehingga tidak menabrak dan/atau merusak sarana bantu navigasi pelayaran dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun dengan melaksanakan kecakapan pelaut yang baik.
14. Zona keamanan dan keselamatan adalah ruang disekitar sarana bantu navigasi pelayaran yang dibatasi oleh radius, tinggi dan/atau kedalaman tertentu.
15. International Assosiation of Lighthouse Authorities (IALA) adalah suatu badan dunia non pemerintah yang bersama para wakil dari negara-negara penyelenggara sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) untuk saling tukar informasi dan merekomendasikan improvisasi-improvisasi untuk sarana bantu navigasi pelayaran berdasarkan teknologi muktahir.
16. Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara, daerah, swasta dan/atau koperasi.
17. Menteri adalah Menteri Perhubungan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

BAB II
JENIS DAN FUNGSI
SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN
Pasal 2
(1) Jenis sarana bantu navigasi pelayaran terdiri dari :
a. sarana bantu navigasi pelayaran visual;
b. sarana bantu navigasi pelayaran elektronik;
c. sarana bantu navigasi pelayaran audible.
(2) Sarana bantu navigasi pelayaran berfungsi untuk :
a. menentukan posisi dan/atau haluan kapal;
b. memberitahukan adanya bahaya/rintangan pelayaran;
c. menunjukkan batas-batas alur pelayaran yang aman;
d. menandai garis-garis pemisah lalu lintas kapal;
e. menunjukkan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan;
f. penunjukan batas negara.
Pasal 3
(1) Sarana bantu navigasi pelayaran visual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1), huruf a meliputi :
a. pada siang hari dikenal dari warna, tanda puncak, bentuk bangunan,
kode huruf dan angka;
b. pada malam hari dapat dikenal dari irama dan warna cahaya.
(2) Sarana bantu navigasi pelayaran visual sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat ditempatkan di darat atau di perairan berupa :
a. menara suar;
b. rambu suar;
c. pelampung suar;
d. tanda siang.
Pasal 4
(1) Sarana bantu navigasi pelayaran elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b, digunakan untuk menyampaikan informasi melalui
gelombang radio atau sistem elektromagnetik lainnya untuk menentukan arah
dan posisi kapal.
(2) Sarana bantu navigasi pelayaran elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi :
a. global position system (GPS);
b. differential global position system (DGPS);
c. radar beacon;
d. radio beacon;
e. radar surveylance;
f. medium wave radio beacon;
g. loran;
h. decca;
i. differential omega;
j. sarana bantu navigasi pelayaran elektronik lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi yang akan datang.
Pasal 5
(1) Sarana bantu navigasi pelayaran audible sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai posisisarana bantu navigasi pelayaran melalui suara.
(2) Sarana bantu navigasi pelayaran audible sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditempatkan pada sarana bantu navigasi pelayaran visual di daerah berkabut atau pandangan terbatas.

BAB III
PENYELENGGARAAN SARANA BANTU
NAVIGASI PELAYARAN

Pasal 6
Untuk terselenggaranya sarana bantu navigasi pelayaran secara optimal, Direktur Jenderal menetapkan :
a. perencanaan, pengadaan, pembangunan, pengawasan, pedoman dan standar pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran serta penerbitan dan penghapusan nomor daftar suar Indonesia (DSI) termasuk penyiarannya;
b kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran termasuk sumber daya manusia yang mengoperasikannya.

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2) Penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan :
a. pengadaan;
b. pengoperasian; dan
c. pemeliharaan.
(3) Dalam keadaan tertentu Direktur Jenderal dapat menyerahkan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran kepada Pemerintah Daerah dan/atau Badan Hukum Indonesia setelah mendapat persetujuan dari
Menteri.
Pasal 8
Penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. hasil survey lokasi untuk penempatan sarana bantu navigasi pelayaran sesuai dengan keselamatan pelayaran (kondisi geografis, alur pelayaran, perlintasan, pengembangan wilayah, keamanan dan keselamatan berlayar) serta arus lalulintas kapal (panjang garis kapal, kepadatan lalu lintas pelayaran, ukuran dan syarat kapal yang melayari alur) yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal;
b. persyaratan teknis :
1) sarana bantu navigasi pelayaran di darat :
a) pondasi dan konstruksi bangunan memenuhi standar konstruksi;
b) luas area menara suar sekurang-kurangnya 5000 M2, untuk rambu suar sekurang-kurangnya 400 M2;
c) lampu suar serta perlengkapannya memenuhi standar internasional (IALA);
d) fasilitas menara suar meliputi :
(1) rumah penjaga menara suar tipe T.50;
(2) rumah generator 60 M2, gudang peralatan 50 M2 dan gudang
penampungan logistik di pantai 30 M2;
(3) bak penampungan air tawar 1 buah kapasitas minimum 25 M3
untuk setiap rumah kapasitas 5 M3;
(4) alat penolong dan keselamatan;
(5) sumber tenaga listrik yang memadai;
(6) jetty sesuai kebutuhan;
(7) sarana komunikasi.
2) sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang dibangun di perairan :
a) pondasi dan konstruksi bangunan memenuhi standar konstruksi;
b) ketinggian lantai rambu suar dipertimbangkan lebih tinggi dari
tingginya ombak;
c) lampu suar serta perlengkapannya memenuhi standar Internasional (IALA).
3) sarana bantu navigasi pelayaran yang tidak tetap/terapung :
a) bahan pelampung, penjangkaran dan perlengkapannya memenuhi standar konstruksi (IALA);
b) lampu suar serta perlengkapannya memenuhi standar Internasional (IALA);
c. tersedianya sumber pembiayaan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran yang memadai;
d. memiliki alat perlengkapan sarana bantu navigasi pelayaran.

Pasal 9
(1) Untuk memperoleh persetujuan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran, penyelenggara mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang dilengkapi :
a. peta lokasi;
b. izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan kegiatannya.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal melaksanakan survei lokasi untuk penempatan dan pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran.
(3) Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian terhadap permohonan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak selesainya survei.
(4) Pemberian atau penolakan atas permohonan persetujuan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Menteri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil penelitian diterima secara lengkap dari Direktur Jenderal.
(5) Penolakan permohonan persetujuan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran disampaikan oleh Menteri secara tertulis dengan disertai alasan penolakan yang jelas.

Pasal 10
(1) Pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran sebelum dioperasikan, dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas yang ditunjuk Direktur Jenderal.
(2) Sarana bantu navigasi pelayaran yang akan dioperasikan, diberikan nomor tanda suar Indonesia oleh Direktur Jenderal.
(3) Direktur Jenderal menyusun, menerbitkan dan memperbaruhi buku daftar suar Indonesia wilayah Republik Indonesia.
Pasal 11
(1) Pengoperasian, pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran dilakukan oleh petugas pelayanan sarana bantu navigasi pelayaran yang memenuhi persyaratan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. sehat jasmani dan rohani;
b. tidak buta warna;
c. tidak cacad pendengaran;
d. tidak gagap;
e. tidak takut ketinggian;
f. bebas narkotika dan obat terlarang;
g. mempunyai kemampuan teknis dan/atau mempunyai pendidikan dan
pelatihan di bidang Kenavigasian.
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter penguji yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal.

Pasal 12
Dalam penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran, penyelenggara diwajibkan :
a. menyampaikan laporan bulanan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran kepada Direktur Jenderal;
b. melaporkan secepatnya apabila terjadi kerusakan, tidak berfungsi dan setelah berfungsi kembali sarana bantu navigasi pelayaran kepada Direktur Jenderal;
c. melaksanakan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka menjaga keandalan sarana bantu navigasi pelayaran.

Pasal 13
(1) Badan Hukum Indonesia dapat menyerahkan hasil pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran kepada Direktur Jenderal apabila sarana bantu navigasi pelayaran telah digunakan untuk kepentingan umum.
(2) Badan Hukum Indonesia dapat menyerahkan hasil pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran kepada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu dilakukan survei terhadap sarana bantu navigasi pelayaran dan dinyatakan dalam kondisi laik operasi oleh Direktur Jenderal.
(3) Biaya pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran selama 2 (dua) tahun sejak diserahkan kepada Direktur Jenderal masih menjadi tanggung jawab Badan Hukum Indonesia.

Pasal 14
(1) Sarana bantu navigasi pelayaran yang diselenggarakan oleh Badan Hukum Indonesa dapat dialihkan penyelenggaraannya kepada Badan Hukum Indonesia lainnya bersamaan dengan pengalihan fasilitas yang memerlukan sarana bantu navigasi pelayaran.
(2) Pengalihan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 15
(1) Sarana bantu navigasi pelayaran milik Badan Hukum Indonesia yang tidak dioperasikan lagi harus segera dibongkar dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
(2) Apabila sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dibongkar, Direktur Jenderal akan memerintahkan Badan Hukum Indonesia untuk melakukan pembongkaran.
(3) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya perintah pembongkaran, Badan Hukum Indonesia tidak melakukan pembongkaran, Direktur Jenderal berwenang melakukan pembongkaran atas beban biaya Badan Hukum Indonesia.
(4) Sarana bantu navigasi pelayaran yang telah dibongkar, dihapuskan dari daftar suar Indonesia dan disiarkan oleh Direktorat Jenderal.

BAB IV
ZONA KEAMANAN DAN KESELAMATAN

Pasal 16
(1) Untuk menjamin keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran, ditetapkan zona-zona keamanan dan keselamatan di sekitar instalasi dan bangunan sarana bantu navigasi pelayaran.
(2) Penetapan zona-zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan penetapan zona-zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. wilayah yang akan ditetapkan sebagai zona keamanan dan keselamatan tidak terdapat bangunan atau tumbuhan yang dapat mengganggu fungsi sarana bantu navigasi pelayaran;
b. wilayah daratan yang akan ditetapkan sebagai zona keamanan dan keselamatan harus dibebaskan dari kepemilikan pihak lain.

Pasal 17
(1) Untuk memperoleh penetapan zona-zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), penyelenggara sarana bantu navigasi pelayaran mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dilengkapi dengan bukti pemenuhan persyaratan.
(2) Pemberian atau penolakan atas penetapan zona-zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah usulan diterima secaralengkap.
(3) Penolakan permohonan disampaikan oleh Direktur Jenderal secara tertulis dengan disertai alasan penolakan yang jelas.

Pasal 18
(1) Zona keamanan dan keselamatan digunakan untuk keperluan lain yang mendukung sarana bantu navigasi pelayaran, harus mendapat izin Direktur Jenderal.
(2) Izin penggunaan zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal disertai alasan penggunaan zona keamanan dan keselamatan untuk keperluan lain.
(3) Pemberian atau penolakan izin penggunaan zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah usulan diterima secara lengkap.

Pasal 19
Zona keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran diperuntukkan hanya bagi petugas kenavigasian dan sebagai batas pengamanan bagi konstruksi serta gangguan fungsi sarana bantu navigasi pelayaran.

Pasal 20
(1) Kapal yang berlayar disekitar sarana bantu navigasi pelayaran harus memperhatikan zona keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran dengan menjaga jarak aman sesuai dengan kecakapan pelaut yang baik.
(2) Kapal yang memasuki alur pelayaran sempit, sungai dan danau pada waktu mendekati sarana bantu navigasi pelayaran apung wajib memperhatikan radius lingkaran putar dengan menjaga jarak aman sesuai kecakapan pelaut yang baik.
(3) Kapal yang berlabuh jangkar disekitar sarana bantu navigasi pelayaran wajib menjaga jarak aman sesuai dengan kecakapan pelaut yang baik kecuali bagi kapal yang melaksanakan kegiatan pemeliharan dan/atau perawatan sarana bantu navigasi pelayaran.

Pasal 21
(1) Dilarang mendirikan bangunan dan/atau menanam pohon yang dapat menghalangi pandangan para navigator dan menggangu fungsi sarana bantu navigasi pelayaran.
(2) Dilarang merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak berfungsinya sarana bantu navigasi pelayaran.
(3) Dilarang menambatkan kapal pada instalasi sarana bantu navigasi pelayaran.
(4) Dilarang berlabuh jangkar pada zona keamanan dan keselamatan sekitar sarana bantu navigasi pelayaran dengan jarak kurang dari 500 meter, kecuali pada perairan yang sempit dengan menjaga jarak yang aman sesuai dengan kecakapan pelaut yang baik.

BAB V
KERUSAKAN DAN HAMBATAN

Pasal 22
(1) Tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau hambatan pada sarana bantu navigasi pelayaran dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau hambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. membangun di dalam zona keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran;
b. memasang, menempatkan sesuatu pada sarana bantu navigasi pelayaran;
c. mengubah sarana bantu navigasi pelayaran;
d. merusak atau menghancurkan atau menimbulkan cacat sarana bantu navigasi pelayaran;
e. menambatkan kapal pada sarana bantu navigasi pelayaran.

Pasal 23
(1) Pemilik dan/atau operator kapal yang karena pengoperasian kapalnya menyebabkan kerusakan dan/hambatan sarana bantu navigasi pelayaran, wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal.
(2) Atas laporan pemilik dan/atau operator kapal sebagaimana dimaksud dalam \ayat (1), Direktur Jenderal menyiarkan kelainan dan berfungsinya kembali sarana bantu navigasi pelayaran keseluruh kapal dan diteruskan kepada instansi terkait untuk dimasukkan dalam berita pelaut Indonesia.
(3) Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi data sebagai berikut :
a. nama lokasi;
b. jenis sarana bantu navigasi pelayaran;
c. nomor daftar suar Indonesia;
d. posisi;
e. periode/irama (uraian periode) dan sumber tenaga;
f. warna cahaya;
g. jarak tampak;
h. elevasi;
i. kondisi sarana bantu navigasi pelayaran;
j. kode dari racon (jika ada).

Pasal 24
(1) Pemilik dan/atau operator kapal yang kapalnya terbukti menyebabkan kerusakan dan/atau hambatan sarana bantu navigasi pelayaran wajib mengganti atau memperbaiki sarana bantu navigasi pelayaran sehingga dapat berfungsi kembali.
(2) Perbaikan dan penggantian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam batas waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak mulainya kerusakan.

Pasal 25
(1) Penyelenggara sarana bantu navigasi pelayaran dapat melakukan perbaikan dan/atau penggantian sarana bantu navigasi pelayaran yang rusak dan/atau hambatan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal.
(2) Dalam hal perbaikan dan/atau penggantian yang dilakukan oleh penyelenggara sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), segala biaya yang diperlukan dibebankan kepada pemilik dan/atau operator kapal.

Pasal 26
(1) Tanpa mengurangi tanggung jawabnya mengganti atau memperbaiki sarana bantu navigasi pelayaran yang karena pengoperasian kapalnya mengakibatkan kerusakan dan/atau hambatan terhadap sarana bantu navigasi pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, pemilik dan/atau operator kapal dapat memberikan ganti rugi yang meliputi biaya penggantian atau perbaikan.
(2) Pemilik dan/atau operator kapal yang akan memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib meninggalkan jaminan untuk pelaksanaan ganti rugi sebelum kapal berlayar.
(3) Jaminan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri tempat sarana bantu navigasi pelayaran yang mengalami kerusakan dan/atau hambatan.
(4) Panitera Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), memberikan bukti penitipan jaminan ganti rugi kepada pemberi jaminan dengan tembusan kepada pemilik sarana bantu navigasi pelayaran.
(4) Dalam hal pemberi jaminan telah melaksanakan seluruh kewajiban dalam kaitan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jaminan ganti rugi dapat diambil kembali.

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 27
Ketentuan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran dalam Peraturan ini berlaku juga bagi penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran di lokasi bangunan lepas pantai.

Pasal 28
Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Peraturan ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Dengan berlakunya Ketentuan ini, maka Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 261/AL-001/PHB-87 tentang Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Pada Lokasi Bangunan Lepas Pantai dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal :
________________________
MENTERI PERHUBUNGAN




M. HATTA RAJASA

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
2. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan;
3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
4. Menteri Negara Perencanaan pembangunan Nasional/Ketua Bappenas;
5. Menteri Keuangan;
6. Menteri Dalam Negeri;
7. Menteri Perindustrian;
8. Menteri Perdagangan;
9. Menteri Kelautan dan Perikanan;
10. Menteri Pekerjaan Umum;
11. Menteri Sekretaris Negara;
12. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
13. KAPOLRI dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut;
14. Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, para Kepala Badan di lingkungan
Departemen Perhubungan;
16. Para Gubernur seluruh Indonesia;
17. Para Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

Jumat, 18 Februari 2011

KECELAKAAN KAPAL

Dalam pelayarannya kapal tidak selalu berjalan mulus. Banyak terjadi kecelakaan-kecelakaan baik di Indonesia maupun internasional, baik yang memakan banyak korban maupun kecil.

Penyebab terjadinya kecelakaan kapal antara lain :
1. Cuaca buruk, badai dan angin kencang.
2. Tabrakan antar kapal.
3. Menabrak karang atau gunung es.
4. Kandas.
5. Kebakaran yang diakibatkan oleh listrik maupun sebab lain-lain.
6. Kecelakaan lain yang disebabkan oleh manusia.

Berikut ini daftar 10 Kecelakaan laut terburuk di dunia diurutkan dari jumlah korban terkecil sampai terbesar.


10. KMP Tampomas II (Indonesia, 27 Januari 1981)



Jumlah korban : 431 org

Kecelakaan pelayaran nasional yang paling tragis di Indonesia adalah tenggelamnya kapal motor penumpang KMP Tampomas II di sekitar kepulauan Masalembo - Laut Jawa. KM Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981.

Tampomas II berlayar dari Jakarta menuju Sulawesi dengan membawa puluhan kendaraan roda empat, sepeda motor dan 1054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total penumpang di kapal tersebut adalah 1442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, diduga percikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi yang menjadi penyebab kebakaran.

Para kru melihat dan gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam tenaga utama mati, generator darurat pun gagal dan usaha memadamkan api seterusnya sudah tidak mungkin.

Di tanggal 26 Januari Laut Jawa mengalami hujan deras, api menjalar ke ruang mesin di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin (ruang propeler dan ruang generator terisi air laut), yang membuat kapal menjadi miring 45° dan tenggelam 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.

Sampai tanggal 29 Januari tim SAR gagal melakukan pencarian karena besarnya badai laut, dan 5 hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150Km dari lokasi kejadian karamnya Tampomas. Estimasi tim menyebutkan 431 tewas (143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang/karam bersama kapal) dan 753 berhasil diselamatkan.

Tampomas II merupakan kapal pembelian dari Jepang. Isu yang beredar adalah kapal motor yang sudah berumur lebih dari 25 tahun yang dibeli dari Jepang yang dimodifikasi tahun 1971. Hasil investigasi kapal tersebut adalah kapal bekas yang dipoles dan dijual dengan harga dua kali lipatnya.

9. HMS Birkenhead (Inggris, 26 Pebruari 1852)


Jumlah korban : 460 org

HMS Birkenhead adalah salah satu kapal dengan lambung besi pertama yg dibuat untuk angkatan laut kerajaan Ingris (Royal Navy). Pertama kali dirancang sebagai kapal frigate tetapi sebelum diresmikan diubah menjadi kapal pengangkut pasukan.

Pada tgl 26 Februari 1852 ketika mengangkut pasukan ke Afrika kapal ini karam di Gansbaai dekat Cape Town, South Africa. Tidak tersedia sekoci penyelamat yg cukup untuk seluruh penumpang namun demikian para prajurit ini dengan gagah berani tetap mempersilahkan penumpang wanita dan anak-anak untuk naik ke sekoci yg ada. Akhirnya cuma ada 193 org dari 643 org yg selamat dari musibah ini. Kisah heroik para prajurit ini menjadi dasar protokol “women and children first” saat prosedur penyelamatan musibah laut.




8. SS Eastland (Amerika Serikat, 24 Juli 1915)


Jumlah korban : 845 org

S.S. Eastland adalah kapal penumpang dari Chicago yg digunakan untuk tur wisata. Pada tanggal 24 Juli 1915 kapal ini bersama dengan dua kapal uap lainnya “The Theodore Roosevelt” dan “The Petoskey”, disewa untuk mengangkut para pegawai Chicago’s Western Electric Company berlibur ke Michigan City – Indiana. Bagi para pegawai ini adalah momen yg sangat mereka nantikan karena kebanyakan dari para pekerja ini tidak akan mampu untuk berlibur dengan biaya sendiri (pd masa itu Amerika sedang dilanda resesi ekonomi). S.S. Eastland rupaya mengangkut terlalu banyak sekoci penyelamat di bagian atas kapal yg membuat kapal ini menjadi tidak stabil.

Pagi itu pukul 6:30 para penumpang mulai menaiki kapal dan pada pukul 7:10 kapal sudah terisi dengan 2752 penumpang (kapasitas maksimumnya). Saat para karyawan itu mulai turun ke bawah geladak pada pukul 7:28 kapal tiba-tiba miring ke kiri lalu terguling pada sisinya dan tenggelam sedalam 20 kaki dibawah permukaan air. Meskipun tidak terlalu dalam dan segera dilakukan operasi penyelamatan oleh kapal “Kenosha” yg bergegas merapat di lambung S.S. Eastland namun kejadian yg tiba-tiba dan banyak orang yg tertimpa furniture berat seperti piano, rak buku dan meja membuat ratusan orang terperangkap dibawah air. 841 penumpang dan 4 orang kru kapal tewas dalam musibah ini. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.



7. MS Estonia (Laut Baltik, 28 September 1994)


Jumlah korban : 852 org

MS Estonia sebelumnya bernama MS Viking Sally (–1990), MS Silja Star (–1991), dan MS Wasa King (–1993) adalah kapal ferry buatan Jerman tahun 1979. Musibah MS Estonia terjadi pada tanggal 28 September 1994 saat berlayar menyeberangi Laut Baltik dalam perjalanannya dari Tallinn-Estonia menuju Stockholm-Swedia. Saat itu kapal membawa 989 penumpang dan awak kapal.

Pada pukul 01:00 tanda-tanda akan terjadinya musibah berawal dari bunyi-bunyi aneh akibat benturan logam dengan logam namun dari pemeriksaan pada “bow visor” (bagian ujung kapal yg bisa dibuka-tutup untuk masuknya barang atau kendaran ke dalam kapal) tidak terlihat adanya kerusakan. Pada pukul 01:15 bow visor diketahui terlepas dari ujung kapal sehingga membuat badan MS Estonia miring ke kanan. Pukul 01:20 terdengar sebuah suara lemah dari seorang wanita “Häire, häire, laeval on häire” bahasa Estonia dari “Alarm, alarm, alarm berbunyi di dalam kapal” melalui saluran pengeras suara. Beberapa saat kemudian baru terdengar tanda bahaya berbunyi dan prosedur menurunkan sekoci penyelamat mulai dilakukan. Sayangnya saat itu kapal sudah miring sekitar 30° - 40° ke kanan mengakibatkan hampir tidak mungkin bisa berjalan dengan aman di dalam tubuh kapal.

Pintu dan aula berubah menjadi jebakan maut. Mereka yg berhasil selamat adalah orang-orang yg saat itu sudah berada diatas geladak kapal. Pesan “Mayday” dikirimkan awak kapal pada pukul 01:22, tapi pesan tersebut ternyata tidak sesuai dengan standard internasional. Karena kehabisan tenaga posisi kapal menjadi sulit diketahui dan memperlambat upaya penyelamatan. Dari total 989 penumpang dan awak kapal hanya 137 org yg bisa diselamatkan.




6. RMS Empress of Ireland (Kanada, 28 Mei 1914)


Jumlah korban : 1.012 org

RMS Empress of Ireland adalah kapal penumpang lintas samudra yg dibuat pada tahun 1905-1906. Pada tanggal 28 Mei 1914 kapal ini berangkat dari Quebec-Kanada menuju Liverpool-Inggris mengangkut 1.477 penumpang dan awak kapal. Henry George Kendall adalah kapten kapal yg baru dipromosikan pada awal bulan dan saat itu pertama kali dia memimpin kapal melalui terusan dekat Pointe-au-Père - Quebec ditengah hadangan kabut tebal. Pada pukul 02:00 sebuah kapal Norwegia “Storstad” menabrak samping kapal. Storstad sendiri tidak tenggelam namun Empress of Ireland dengan kerusakan sangat parah pada bagian kanan lambung langsung dipenuhi air, terbalik dan tenggelam hanya dalam waktu 14 menit beserta 1.012 penumpang dan awaknya.



5. RMS Titanic (Inggris, 14 April 1912)


Jumlah korban : 1.517 org

RMS Titanic adalah sebuah kapal penumpang kelas berat yg dimiliki perusahaan pelayaran White Star Line. Pada tanggal 14 April 1912 dalam pelayaran perdananya , Titanic menabrak sebuah iceberg (gunung es) dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. Pada saat pertama kali diluncurkan Titanic menjadi kapal uap penumpang terbesar di dunia. Titanic dibangun dengan teknologi paling baru pada masa itu dan diiklankan sebagai kapal yg “tidak akan bisa tenggelam” dalam brosur-brosur promosinya. Tragedi Titanic sangat mengguncang dunia karena disamping kapal yg “canggih” kru kapal jg terdiri dari orang-orang yg sangat berpengalaman, namun korban yg tewas masih sangat besar. Tragedi ini kemudian merubah hukum-hukum maritim di dunia dan penemuan bangkai kapal pada tahun 1985 semakin membuat musibah Titanic menjadi legenda sampai saat ini.



4. Sultana (Amerika Serikat, 27 April 1865)


Jumlah korban : 1.800 org

Kapal uap Sultana adalah kapal penumpang yg melayari sungai Mississippi, hancur dalam sebuah ledakan pada tanggal 27 April 1865. Peristiwa ini tercatat sebagai tragedi terburuk dalam dunia maritim di Amerika Serikat. Diperkirakan 1.800 dari 2.400 penumpang kapal terbunuh saat salah satu dari empat boiler (tungku pemanas) meledak, Sultana tenggelam tidak jauh dari Memphis – Tennessee. Sebagian besar penumpang adalah bekas tahanan dari pasukan Konfederasi yang dikirim kembali ke rumah mereka. Ledakan akibat kebocoran dan kurangnya perawatan dari tungku pemanas menyebabkan hancurnya separuh badan kapal dan batu bara panas yg beterbangan membakar habis sisa badan kapal.



3. MV Joola (Senegal, 26 September 2002)


Jumlah korban : 1.863 org

MV Le Joola adalah kapal ferry penumpang milik pemerintah Senegal yg tenggelam di dekat pantai wilayah Gambia pada tanggal 26 September 2002. Sebenarnya kapal ini berkapasitas 580 org tapi pada saat itu diperkirakan hampir 2000 orang yg berada diatas kapal.

Panggilan radio terakhir dari kru kapal pada pukul 10:00 malam mengabarkan bahwa kondisi pelayaran berlangsung dengan baik. Seperti dalam film Titanic, para penumpang sedang asyik berpesta dan berdansa ditengah alunan grup band kapal. Sekitar pukul 11:00 malam kapal mulai memasuki wilayah badai di laut Gambia dan ditengah ombak besar dan angin kencang kapal tenggelam dengan cepat memuntahkan para penumpang dan muatannya ke tengah lautan.

Laporan saksi mata menyebutkan bahwa kejadian ini hanya berlangsung selama 5 menit dan hanya satu sekoci penyelamat yg berhasil diturunkan dengan cuma 25 org penumpang selamat didalamnya.




2. Halifax Explosion (Kanada, 6 Desember 1917)


Jumlah korban : 1.950 org

Ledakan Halifax terjadi pada hari Kamis, 6 Desember 1917 saat kota Halifax, Nova Scotia-Kanada hancur lebur akibat ledakan dahsyat dari sebuah kapal kargo Prancis “Mont-Blanc” yang membawa muatan penuh berisi mesiu dan bahan peledak untuk militer. Kapal ini tertabrak kapal Norwegia “The Narrows” di salah satu bagian pelabuhan Halifax.

Ledakan membunuh hampir 2000 org diakibatkan serpihan, api dan runtuhnya bangunan-bangunan di dalam radius 2 km dari lokasi kejadian. Diperkirakan sekitar 9.000 org terluka akibat peristiwa ini. Sampai sekarang ledakan tersebut masih memegang rekor sebagai ledakan konvensional terbesar yg dihasilkan oleh manusia. Saking hebatnya efek ledakan tersebut sampai menimbulkan tsunami yg kemudian menyapu pepohonan, membengkokkan rel kereta api, menghanyutkan rumah, mobil dan membawa serpihan-serpihan Mont-Blanc berkilo-kilometer jauhnya. Gambar diatas adalah situasi setelah terjadinya ledakan.




1. MV Doña Paz (Phillipina, 20 Desember 1987.)


Jumlah korban : 4.375 org

Doña Paz adalah kapal ferry penumpang yg tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal tangker “Vector” pada tanggal 20 Desember 1987. Saat itu kapal sedang melakukan perjalanan dari kepulauan Samar – Filipina. Ketika berada di selat Tablas diantara pulau Mindoro dan Tablas kapal bertabrakan dengan kapal tangker “Vector” yg sedang membawa 8.800 barel minyak. Muatan dari kapal tangker itu langsung terbakar dan menyambar Doña Paz. Saking ganasnya api Doña Paz tenggelam hanya beberapa menit kemudian.

Meskipun pernyataan resmi dari pihak berwenang jumlah penumpang adalah 1.568 org (meski kapasitas maksimum kapal hanya 1.518 org) tapi dari berbagai kesaksian korban selamat saat itu kapal benar-benar kelebihan muatan dan akhirnya diketahui jumlah korban tewas adalah 4.375 org. 21 org korban selamat karena bisa berenang menjauhi kapal dan tidak ada waktu untuk menurunkan sekoci penyelamat. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kru kapal tidak bisa memenuhi standar keamanan dan ijin pengoperasian kapal ternyata sudah habis. Musibah Doña Paz sampai saat ini menjadi kejadian kecelakaan laut terburuk dalam sejarah.

Sumber : karodalnet.blogspot.com