Rabu, 11 Agustus 2010

LAKSAMANA MALAHAYATI


Beliau adalah seorang perempuan yang agung (grande dame), yang memimpin sebuah laskar pejuang yang berisi para perempuan dan kebanyakan adalah janda yang ditinggal wafat suami mereka dalam perjuangan melawan penjajah. Termasuk suaminya saat berperang melawan Portugis sewaktu akan menguasai selat Malaka. Laskar tersebut dinamai Laskar Inong Balee atau yang bermakna Laskar para Janda pahlawan. Beranggotakan 2000 orang prajurit perempuan.
Malahayati, nama aslinya adalah Keumala Hayati, hidup di masa Kerajaan (Kesultanan) Atjeh dipimpin oleh Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah Al –Mukammil atau Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV yang memerintah antara tahun 1589-1604 M. Malahayati pada awalnya adalah dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan luar istana sekaligus intelijen kerajaan . Karir militernya menanjak setelah kesuksesannya “menghajar” kapal perang Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Cornelis de Houtman yang terkenal kejam. Bahkan Cornelis de Houtman tewas ditangan Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599 (.21 Juni 1599, ?) Sedangkan Federick de Houtman ditawan dan dijebloskan ke dalam tahanan Kerajaan Aceh.Akhirnya beliau diberi anugerah gelar Laksamana. Dan beliaulah Laksamana Perempuan Pertama Di Dunia. Tugas sebagai panglima angkatan laut bagi Keumalahayati bukan hal yang asing karena ayahnya sendiri, yang bernama Mahmud Syah, adalah seorang laksamana. Demikian juga kakeknya, Muhammad Said Syah, putera Sultan Salahuddin Syah yang memerintah pada tahun 1530-1539 M, adalah seorang laksamana laut yang gagah perkasa. Beliau juga sukses menghalau Portugis dan Inggris masuk ke Aceh.
Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah benteng yang dikenal dengan Benteng Inong Balee di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng tersebut menghadap ke barat, ke arah Selat Malaka. Benteng ini merupakan benteng pertahanan sekaligus sebagai asrama penampungan janda-janda yang suaminya gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai sarana pelatihan militer dan penempatan logistik keperluan perang.
John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nakhoda sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi laksamana, melaporkan bahwa Kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai perlengkapan armada laut yang terdiri dari 100 buah kapal perang, diantaranya ada yang berkapasitas 400-500 penumpang. Masa itu, Kerajaan Aceh memiliki angkatan perang yang kuat. Selain memiliki armada laut, di darat ada pasukan gajah. Kapal-kapal tersebut bahkan juga ditempatkan di daerah-daerah kekuasaan Aceh diberbagai tempat.
Sesuatu yang menggegerkan bangsa Eropa dan terutama Belanda sekaligus menunjukkan kewibawaan Laksamana Keumalahayati ketika Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada Van Caerden sebesar 50.000 gulden yang harus dibayarkan kepada Aceh. Uang sejumlah itu benar-benar dibayarkan kepada yang berhak. Denda tersebut adalah buntut tindakan Paulus van Caerden ketika datang ke Aceh menggunakan dua kapal, menenggelamkan kapal dagang Aceh serta merampas muatannya berupa lada, lalu pergi meninggalkan Aceh.
Peristiwa penting lainnya selama Malahayati menjadi Laksama adalah ketika ia mengirim tiga utusan ke Belanda, yaitu Abdoelhamid, Sri Muhammad dan Mir Hasan ke Belanda. Ketiganya merupakan duta-duta pertama dari sebuah kerajaan di Asia yang mengunjungi negeri Belanda.
Setelah wafat Malahayati dimakamkan tidak jauh dari Benteng Inong Balee, sekitar 3 Km dari benteng berada diatas bukit.


Banyak cacatan orang asing tentang Malahayati. Kehebatannya memimpin sebuah angkatan perang ketika itu diakui oleh negara Eropa, Arab, Cina dan India. Namanya sekarang melekat pada kapal perang RI, KRI Malahayati, nama kampus, nama pelabuhan, nama jalan, nama rumah sakit dan sebagainya.


Sumber : http:// hanadawa.wordpress.com , : http://kaum biasa.com, Lampung Post.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar